oleh: Dr. Terry Lacey
Forum Pew tentang Kehidupan Agama dan Umum telah menerbitkan sebuah laporan yang menunjukkan bahwa populasi Muslim dunia sekitar 1,8 miliar, sementara jumlah umat Kristen di dunia diperkirakan sekitar 2,2 miliar.
Studi menunjukkan bahwa lebih dari 60% umat Muslim tinggal di Asia, sementara hanya 20% yang tinggal di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Amaney Jamal, Asisten Profesor di Universitas Princeton menegaskan, “Semua ide bahwa umat Muslim adalah bangsa Arab dan bangsa Arab adalah umat Muslim, benar-benar dihapuskan oleh Laporan ini”. (The Jakarta Post, 9/10/2009, mengutip Eric Grosky).
Indonesia sendiri akan menggantikan ukuran ekonomi Jepang, Inggris, dan Jerman pada sekitar tahun 2040 (lihat laporan khusus Bank Standard Chartered, 2 September 2009) untuk menjadi kekuatan ekonomi ketujuh atau kedelapan di dunia, dengan populasi diperkirakan sekitar 285 juta orang.
Hal ini dengan tegas akan membantu mendorong pusat gravitasi Muslim dari Timur Tengah ke Asia, sementara minyak Timur Tengah akan mulai menurun secara signifikan dalam politik dan ekonomi.
Laporan Pew mengkonfirmasikan bahwa 75% umat Muslim hidup sebagai minoritas dalam negara-negara non-mayoritas Muslim di lima negara: India (161 juta), Ethiopia (28 juta), China (22 juta), Rusia (16 juta), dan Tanzania (13 juta).
Sekitar 317 juta umat Muslim hidup sebagai kaum minoritas dalam negara-negara mayoritas non-Muslim, sementara sekitar 1,4 miliar (mayoritas besar) hidup dalam negara-negara mayoritas Muslim.
Dua pertiga dari keseluruhan umat Muslim, tinggal hanya dalam sepuluh negara, yang enam di antaranya ada di Asia (Indonesia, Pakistan, India, Bangladesh, Iran, dan Turki), tiga di antaranya berada di Afrika Utara (Mesir, Algeria, dan Maroko) dan sisanya di sub-Sahara Afrika (Nigeria).
Laporan Pew memperkirakan populasi Muslim di Indonesia sekitar 203 juta dari keseluruhan populasi sekitar 238 juta (sekitar 86%).
Eropa diperkirakan memiliki populasi Muslim sekitar 38 juta orang, atau sekitar 5% populasi Uni Eropa.
Sadiq Khan, satu dari empat orang Muslim dalam Parlemen Inggris menunjuk di tahun 2008 bahwa 62% dari 1,6 juta umat Muslim Inggris merupakan orang Pakistan atau Bangladesh, dan bahwa umat Muslim memiliki tingkat kemalasan ekonomi tertinggi dari kelompok manapun di Inggris (47,3%) dan tingkat pengangguran tertinggi (16%).
Khan melaporkan bahwa 39% dari seluruh Muslim di Inggris tidak memiliki kualifikasi sama kali, sementara 60% anak-anak Pakistan, dan 72% anak-anak Bangladesh di Inggris dibesarkan dalam kemiskinan. Dan orang-orang Pakistan dan Bangladesh ini memiliki tingkat kelahiran tertinggi di Inggris. (Fabian Society Pamphlet 624/2008).
Maka masalah keterbelakangan dalam komunitas Muslim tidak sepenuhnya dipecahkan oleh migrasi. Ini menuntut pentargetan ekonomi, intervensi sosial dan politik di mana pun ditemukan keterbelakangan dan ketertinggalan.
Sementara para komentator Oriental atau antiMuslim mungkin menghubungkan tingkat keterbelakangan tersebut dengan konteks budaya Islam, penjelasan yang lebih mungkin adalah bahwa masyarakat Muslim, termasuk dompet keterbelakangan yang kuat, kesukuan dan ketertinggalan yang harus diatasi.
Bagaimanapun, cendekiawan dan penulis Muslim seperti Niyaz Fatehpuri, telah menyimpulkan bahwa para pengajar agama yang terbelakang diciptakan untuk masyarakat Muslim yang terbelakang dan bahwa modernisasi serta peningkatan kontekstualisasi pendidikan agama akan membantu mengatasi kemiskinan berkepanjangan dan keterbelakangan (lihat buku Juli Shahin yang diterbitkan pada awal tahun ini di Pakistan, “The War Within Islam”).
Banyak titik permasalahan global berada dalam negara-negara Muslim atau wilayah minoritas Muslim (Afghanistan, Iraq, Kashmir, Palestina, Filipina Selatan, Somalia, Thailand Selatan, Yaman dan Rusia Selatan, serta Republik Asia Tengah).
Politikalisasi ekstrimis Islam berdasarkan pada ketidakadilan dan permasalahan dalam tren-tren wilayah tersebut, untuk mengalihkan perhatian masyarakat Muslim dari masalah-masalah inti, yaitu kemiskinan dan keterbelakangan.
Pakistan telah menjadi titik penting perjuangan global bagi modernisasi Muslim dalam hal peperangan melawan kekerasan ekstrimisme dan keterbelakangan, dan untuk konsolidasi demokrasi dan ekonomi serta kemajuan sosial.
Sebaliknya Indonesia maupun Turki telah terbukti menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dan sosial yang mampu mengurangi kemiskinan dan mengangkat level pendapatan, dengan partisipasi penuh partai-partai Islam dalam pemilihan yang damai dan demokratis.
Penulis adalah ekonom yang berdomisili di Jakarta, Indonesia yang menulis tentang modernisasi dalam dunia muslim, investasi dan hubungan perdagangan dengan Uni Eropa dan juga Islamic Banking.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar